FENOMENA LIBIDONOMI DAN POTENSI KEKERASAN SEKSUAL

FENOMENA LIBIDONOMI DAN POTENSI KEKERASAN SEKSUAL

FENOMENA LIBIDONOMI DAN POTENSI KEKERASAN SEKSUAL
Sabtu, 30 April 2016
Netizenia.com
Sadar atau tidak banyak di tengah-tengah kita sekarang pola konsumsi masyarakat telah dibentuk oleh sistem pasar (globalindustry), dari pola konsumsi yang bersifat primer sampai konsumsi berupa layanan informasi dan hiburan. Pembentukan pola konsumsi pasar ini bersifat bebas nilai. Karena di dunia pasar nilai yang berlaku hanya nilai ekonomis, yakni yang paling bisa menghasilkan uanglah yang bernilai dan dengan cara apapun dianggap sah-sah saja. Ini buntut dari globalisasi yang kemudian bertransmutasi dalam bentuk hukum pasar, ini berlangsung secara terselubung bahkan dalam kurun yang akan menggenerasi.

Libidonomi dalam arti pengarahan libido sebagai komoditi ekonomi, menjadi semacam sistem baru dalam mencari kesejahteraan dalam ekonomi. Sigmund Freud penemu teori psikoanalisis dalam teori analisisnya mengatakan bahwa kebanyakan motif tindakan manusia berakar dari pemenuhan hasrat seksual, berangkat dari teori ini tak anyal perkembangan cara melakukan hubungan ekonomi juga di dorong untuk memenuhi kebutuhan ini. Kebutuhan secara seks (bersifat matrialis) dipenuhi dalam berbagai ragam kebutuhan, mulai dari kebutuhan pangan, sandang (fhasion), bahkan akses informasi, dan hiburan.

Dalam industri fhasion secara bawah sadar kita diarahkan dan didorong untuk mengikuti sebuah trend mode pakaian yang lebih menonjolkan sisi sensualitas dan seksitas dari pada sisi etika dan kesehatan. Industri fhasion menggeser makna estetis dalam lensa sensual yang secara nirsadar kita terima tanpa banyak filter, semua karena didukung peranan arus informasi media yang mereka gunakan sebagai alat kampanye. Selain dari sisi fhasion libidonomi pun telah menjangkiti  sisi kehidupan yang begitu terkait erat dengan sisi lain kebutuhan kita. Contoh lain kebutuhan akan hiburan, di tengah kehidupan masyarakat yang semakin mobile, ini juga menjadi sasaran paling empuk dan menguntungkan dalam bisnis libido ini. Dari wujud fisik berdirinya club-club malam, hiburan karaoke yang berpotensi ekploitasi seks serta maraknya peredaran tanyangan berbau pornografi merupakan bukti nyata.

Kalau kita mau lebih kritis terhadap perubahan sistem di lingkungan, kita akan tersadar bahwa setiap hari kita di edukasi dalam sebuah transaksi libidonomi. Musik atau lagu-lagu yang kita nikmati di radio atau media lainnya bukan lagi mengedepankan syair-syair keindahan yang artistik dan mendidik tapi berubah menjadi syair-syair mesum dan mengarah pada eksplotasi seksual terutama terhadap perempuan, tontonan yang kita lihat setiap hari juga kurang lebih sama, mengekplotasi seksualitas, bahkan tak jarang menampilkan adegan kekerasan. Dan yang lebih menghawatirkan semua ini bisa di akses semua kalangan termasuk putra-putri kita.


Potensi kekerasan seksual

Secara simultan, pelan tapi pasti kehadiran pasar libidonomi akan memberikan implikasi buruk terhadap perilaku dimasyarakat, sebuah riset yang dilakukan Dr. Brian A Primack dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat, terbukti bahwa lirik-lirik lagu yang bertema pelecehan seksual punya andil besar dalam memberikan stimulus birahi kepada pendengarnya. Dari 711 remaja berusia sekitar 14 tahun yang menjadi relawan penelitian  —setelah diperdengarkan lagu bertema porno dan seks selama 14 jam — ternyata diketahui satu dari tiga relawan pernah melakukan seks akibat dorongan dari lirik lagu. Primack mengatakan, para remaja itu juga ada yang melakukan hubungan seks lebih dari sekali akibat lirik lagu yang menggugah birahi.

Dari hasil riset ini mengatakan bahwasanya asupan informasi yang kita terima setiap hari bisa mempengaruhi pola perilaku kita, apalagi kalau sebagian besar merupakan informasi yang bersifat negatif dan masuk pikiran bawah sadar kita. Sesuatu yang berhasil menembus bawah sadar kita akan secara otomatis menggerakkan perilaku kita. Kalaulah informasi yang sering kita terima selalu berhubungan dengan ekploitasi tentang seks dan kekerasan, tak anyal pikiran kita dan perilaku kita akan mewujudkannya dalam realitas tindakan. Setiap apa yang diterima oleh indra kita akan memberikan kontruksi berfikir, produknya bisa berupa imajinasi, ketika didorong hasrat yang kuat akan melahirkan tindakan yang nyata.

Dari berbagai data yang di langsir berbagai lembaga, termasuk komnas perlindungan anak masalah sosial dan kasus kejahatan yang berhubungan dengan masalah seksualitas semakin meningkat dari tahun ketahun, pada 2013 telah tercatat 925 kasus, dan mungkin banyak yang masih tak terpantau.

Keprihatinan ini semestinya merupakan tanggung jawab semua kalangan, baik pemerintah, masyarakat, pengusaha, insan akademis, seniman dan budayawan untuk lebih peduli permasalah masyarakat yang semakin kompleks. Pemerintah semestinya memberikan regulasi kebijakan dan proteksi terhadap masyarakatnya terkait pengaruh negatif industri libidonomi, pengusaha pun semestinya tak terlalu bersifat opotunis dan hanya berorinatasi profit semata,  tetapi juga memikirkan dampak negatif di masyarakat ketika menjalankan bisnis terlarang. Masyarakat diharapkan juga memiliki sikap kritis dan proaktif dalam kontrol sosial untuk saling melindungi sesama masyarakat, para seniman atau budayawan dengan fleksibilitasnya juga lebih memacu diri menghasilkan karya yang edukatif dari pada sekedar karya bernilai ekonomis.  Semua kalangan semestinya saling bergandeng tangan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang lebih aman, nyaman, dan sehat secara fisik, pikiran (mindset), maupun perilaku, demi keberlangsungan masa depan generasi kita selanjutnya. Wallahu A'lam. [MA/Ntz]


 Pernah di muat di satelite post
FENOMENA LIBIDONOMI DAN POTENSI KEKERASAN SEKSUAL
4/ 5
Oleh
Load comments