Pancasila Adalah Ruh Kita

Pancasila Adalah Ruh Kita

Pancasila Adalah Ruh Kita
Selasa, 12 April 2016
netizenia.com
Oleh: Nur Kholis Anwar
Pancasila tidaklah lahir dari sebuah ide atau gagasan mati, akan tetapi pancasila lahir dengan membawa ruh. Ruh yang bekerja untuk merekatkan berbagai macam suku, budaya, agama dan perbedaan lain yang tersebar di belantara Nusantara. Ruh itu pula yang akan membawa bagsa menjadi bermartabat, beretika, dan bermoral tinggi. Tanpa ruh itu, sebuah negara-bangsa (nation-state) tidak akan terbentuk seperti saat ini.
Maka dari itu, Sokarno menyebut dasar Negara ini (pancasila) sebagai philosofische groundslag atau sebagai fundamen, filsafat, pikiran  paling dalam yang di atasnya akan didirikan bangunan Negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya sebagai istilah welthanchauung atau pandangan hidup. Atau dengan kata lain, pancasila adalah ruh yang selalu menemani sejarah perjalanan bangsa Indonesia hingga saat ini.  
Sampai pada Era Reformasi saat ini, kita melihat ada kejanggalan  yang begitu menusuk nurani bangsa, ketika nilai-nilai pancasila tidak lagi menjadi pandangan hidup (wheltanchauung) dalam pratik kenegaraan. Justru yang terjadi adalah praktik korupsi yang sudah tersebar hampir diseluruh parlemen. Bahan Kementerian Agama yang biasanya menyeruan moral, etika dan sopan santun, ternyata uang rayat untuk urusan ibadah pun dikorupsi. Realitas yang semacam ini hanya akan menjadi bau busuk yang bisa merusak sistem `pernafasan` negara Indonesia.  
Setelah Reformasi berjalan sekian lamanya dengan impian-impian demokrasi yang  begitu menggiurkan; tatanan politik yang apik, pejabat pemerintahan yang peduli dengan hak-hak rakyat, ternyata tidak jauh lebih baik dari sebelumnya. Demokrasi justru menjadi legitimasi para penguasa untuk merampok uang negara. Para pejabat sibuk membesaran perutnya sendiri, sementara rakyat kesusahan mencari sesuap nasi.
Sacara sadar kita bisa mengataan bahwa telah terjadi pergeseran makna dan nilai-nilai luhur pancasila yang tertuang dalam lima butir tersebut.  Hal itu ditandai dengan carut-marutnya kondisi negara kita, para birokrat yang korup, semakin lebarnya kesenjangan sosial-ekonomi, pertarungan politik yang tidak sehat, hingga pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur. Moralitas hanyalah sebuah pertaruhan.
Ketika dalam persidangan Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat membahas dasar negara, kelima butir sila dalam pancasila itu adalah sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan empat tujuan atau cita-cita ideal bernegara. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, meningkatkan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. dan keemat adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial.
Tentunya memori bangsa Indonesia  masih meream jelas pesan para founding fahters ikhwal nilai-nilai pencasila  bahwa bangsa harus mandiri dan menjalankan pandangan yang berupa pancasila. Akan tetapi itu semua hanya ada dalam wacana, sementara realisasinya nonsense. 
Bung Karno pernah mengingatkan jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (jas merah). Selengkapnya, “Jangan meninggalkan sejarahmu yang sudah, hai bangsaku, karena jika engkau meninggalkan sejarahmu yang sudah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau berdiri di atas kekosongan, dan engkau lantas menjadi bingung, dan perjuanganmu paling-paling hanya akan berupa amuk, amuk belaka! Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap’’.
Apa yang diatakan oleh Soekarno di atas, tentunya menjadi refleksi bersama bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhan jiwa-jiwa yang pancasilais, bangsa yang selalu mereflesikan masa lalu untuk menilai masa kini dan merancang atau menata masa depan.
Insan Yang Berpancasila
Ruh pancasila yang sudah tertanam dalam diri bangsa Indonesia ini, seharusnya menjadi pemicu pergerakan hati dan pikiran untuk menata masa depan bangsa yang bermartabat. Membangun kesadaran berpancasila ini yang mempu membentuk prilaku politik etis dan tatanan pemerintahan yang kredibel. 
Banyaknya kasus korupsi, money politic dalam pemilu, kejahatan seksual, dan berbagai problem lainnya adalah karena minimnya kesadaran berpancasila. Para elite politik sudah dijejali dengan kepentingannya sendiri sehingga mengabaikan kepentingan rakyatnya. Akibatnya politik transasional menjarah pemerintahan yang kemudian memunculkan mafia-mafia korupsi tingkat tinggi.    
 Apa boleh dikata, berbagai luka yang ditorehkan oleh para pejabat kita telah memecah belah dan merusak negara ini. Nilai-nilai pancasila yang seharusnya dipraktian dalam menjalankan roda pemerintahan, tersandera oleh politik kepentingan (political interest). Hannah Arendt berpendapat bahwa keuasaan adalah milik bersama dan akan menghilang ketika warga negara tercerai-berai. Keuasaan neara dibangun atas dasar komunikasi dan relasi antara warga negara dimana mereka saling mengakui dan mendeati satu sama lain. Hal ini persis dengan nilai-nilai pancasila yang dirumuskan oleh Bapak Bangsa kita.
Bahwa cita-cita ideal bernagara berlaku bagi segenap bangsa Indonesia tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Dengan satu tekat bahwa Pancasila akan tetap efektif menjadi pedoman bangsa bila Bhenika Tunggal Ika tetap terjaga. Itulah cita-cita Pancasila yang tidak hanya sebuah pepesan kosong semata, akan memiliki daya persatuan yang sangat kuat untuk membangun bangsa yang demokratis, berketuhanan, berkeadilan, berkemanusiaan,  dan mempunyai visi kemajuan bersama.
Pancasila Adalah Ruh Kita
4/ 5
Oleh
Load comments