Apa Kabar Sungai Kita?
Sabtu, 30 April 2016
lingkungan
netizenia.com |
Dalam sejarah peradaban manusia, sungai memiliki posisi yang sangat strategis. Hal ini dibuktikan dengan fakta-fakta perkembangan peradaban di dunia, seperti Mesir dan daerah Mesopotamia.. sungai menjadi jantung penggerak kehidupan masyarakat, baik sebagai pemenuh kebutuhan air untuk konsumsi dan pertanian, maupun sebagai sarana transportasi yang menggerakkan roda perekonomian masyarakat di era lalu hingga sekarang.
Dewasa ini, isu Normalisasi Sungai dan Pemberdayaan Sungai di perkotaan santer dibicarakan, baik di media massa maupun forum-forum di masyarakat. Jakarta merupakan daerah yang santer dibahas dengan isu Normalisasi Sungai. Upaya relokasi warga di bantaran sungai pun menuai pro-kontra. Dalih mengatasi banjir menjadi dasar yang digunakan pemerintah sebagai alasan utama, namun menuai pro-kontra karena persoalan kehidupan masyarakat yang kompleks dan berhubungan erat dengan mata pencaharian warga bantaran sungai yang akan direlokasi.
Usaha tata kelola sungai di Jakarta bukanlah hal yang baru. Pembangunan Kanal Barat yang merupakan intervensi teknologi pemerintahan dalam mengatasi banjir merupakan warisan kolonial pada awal 1900-an (kompas 26/4/16). Aktivitas tersebut mengisyaratkan dengan jelas bagaimana posisi penting dari sungai bagi masyarakat. Lantas apa kabar sungai di desa? Haruskan kontroversi-kontroversi lain terjadi di kemudian hari terjadi dengan dasar menjaga kelestarian sungai.
Di perkotaan, permasalahan lahan bantaran sungai yang minim karena dipadati pemukiman menjadi faktor yang mutlak ada. Karena padatnya pemukiman, sampah menjadi hal yang tak terhindarkan dapat mencemari sungai dan mengganggu aliran sungai sehingga menyebabkan banjir terjadi. Kurangnya daerah resapan serta macetnya aliran sungai saat terjadi hujan menjadi hal yang sangat lumrah.
Sungai-sungai di desa tentunya tidak memiliki persoalan tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan di kemudian hari mengingatnya lonjakan jumlah penduduk yang pesat. Terlebih bila tidak diperhatikan kelestarian dan tata kelolas sungai dari sekarang. Sungai di desa tentunya memiliki bantaran yang cukup luas karena penduduk tidak terlalu padat. Sungai biasa digunakan sumber air untuk pertanian dan tak jarang sungai juga digunakan sebagai pertambangan pasir tradisional masyarakat.
Pelestarian dan tata kelola sungai bukan hanya persoalan yang hanya dibebankan pada pemerintah, melainkan masyarakat mempunyai tanggung jawab juga. Hal ini mengingat posisi sungai dalam kehidupan masyarakat. Karena bila hanya pemerintah, program pelestarian tentrunya akan menuai kesukaran dan pro-kontra dengan masyarakat.
Upaya pelestarian sungai dapat dimulai dengan pendidikan sejak dini di sekolah-sekolah yang ada dengan memberikan pemahaman akan pentingnya pelestarian sungai. Hal ini untuk mengurangi perilaku masyarakat membuang sampah di sungai, terlebih pada anak dan remaja. Diharapkan mereka dapat juga menularkan pemahaman tersebut pada masyarakatnya.
Perilaku membuang sampah di sungai tentunya disebabkan beberapa hal. Selain kesadaran yang kurang, regulasi di desa yang rendah, serta ketiadaan fasilitas pembuang sampah bagi masyarakat menjadiakan mereka terpaksa membuang sampah di sungai. Hal ini tentunya aperlu dipecahkan bersama, antara masyarakat dan pemerintah yang ada.
Hari ini, mari bersama-sama menjaga sungai agar tetap asri dan bermanfaat bagi kita. Terlebih menjaga sungai-sungai di desa yang masih asri. Membangun kesadaran dan kepedulian di masyarakat dan bersama pemerintah membuat program maupun membangun infrastruktur terkait pelestarian sungai. [Jihan/Ntz]
Dewasa ini, isu Normalisasi Sungai dan Pemberdayaan Sungai di perkotaan santer dibicarakan, baik di media massa maupun forum-forum di masyarakat. Jakarta merupakan daerah yang santer dibahas dengan isu Normalisasi Sungai. Upaya relokasi warga di bantaran sungai pun menuai pro-kontra. Dalih mengatasi banjir menjadi dasar yang digunakan pemerintah sebagai alasan utama, namun menuai pro-kontra karena persoalan kehidupan masyarakat yang kompleks dan berhubungan erat dengan mata pencaharian warga bantaran sungai yang akan direlokasi.
Usaha tata kelola sungai di Jakarta bukanlah hal yang baru. Pembangunan Kanal Barat yang merupakan intervensi teknologi pemerintahan dalam mengatasi banjir merupakan warisan kolonial pada awal 1900-an (kompas 26/4/16). Aktivitas tersebut mengisyaratkan dengan jelas bagaimana posisi penting dari sungai bagi masyarakat. Lantas apa kabar sungai di desa? Haruskan kontroversi-kontroversi lain terjadi di kemudian hari terjadi dengan dasar menjaga kelestarian sungai.
Di perkotaan, permasalahan lahan bantaran sungai yang minim karena dipadati pemukiman menjadi faktor yang mutlak ada. Karena padatnya pemukiman, sampah menjadi hal yang tak terhindarkan dapat mencemari sungai dan mengganggu aliran sungai sehingga menyebabkan banjir terjadi. Kurangnya daerah resapan serta macetnya aliran sungai saat terjadi hujan menjadi hal yang sangat lumrah.
Sungai-sungai di desa tentunya tidak memiliki persoalan tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan di kemudian hari mengingatnya lonjakan jumlah penduduk yang pesat. Terlebih bila tidak diperhatikan kelestarian dan tata kelolas sungai dari sekarang. Sungai di desa tentunya memiliki bantaran yang cukup luas karena penduduk tidak terlalu padat. Sungai biasa digunakan sumber air untuk pertanian dan tak jarang sungai juga digunakan sebagai pertambangan pasir tradisional masyarakat.
Pelestarian dan tata kelola sungai bukan hanya persoalan yang hanya dibebankan pada pemerintah, melainkan masyarakat mempunyai tanggung jawab juga. Hal ini mengingat posisi sungai dalam kehidupan masyarakat. Karena bila hanya pemerintah, program pelestarian tentrunya akan menuai kesukaran dan pro-kontra dengan masyarakat.
Upaya pelestarian sungai dapat dimulai dengan pendidikan sejak dini di sekolah-sekolah yang ada dengan memberikan pemahaman akan pentingnya pelestarian sungai. Hal ini untuk mengurangi perilaku masyarakat membuang sampah di sungai, terlebih pada anak dan remaja. Diharapkan mereka dapat juga menularkan pemahaman tersebut pada masyarakatnya.
Perilaku membuang sampah di sungai tentunya disebabkan beberapa hal. Selain kesadaran yang kurang, regulasi di desa yang rendah, serta ketiadaan fasilitas pembuang sampah bagi masyarakat menjadiakan mereka terpaksa membuang sampah di sungai. Hal ini tentunya aperlu dipecahkan bersama, antara masyarakat dan pemerintah yang ada.
Hari ini, mari bersama-sama menjaga sungai agar tetap asri dan bermanfaat bagi kita. Terlebih menjaga sungai-sungai di desa yang masih asri. Membangun kesadaran dan kepedulian di masyarakat dan bersama pemerintah membuat program maupun membangun infrastruktur terkait pelestarian sungai. [Jihan/Ntz]