Hakim Dunia Akhirat

Hakim Dunia Akhirat

Hakim Dunia Akhirat
Minggu, 07 Februari 2016

Sumber: beritabangka.com
Ibarat pertunjukan wayang, Hakim  adalah ksatria yang berperan sebagai pembela kebenaran dan penegak keadilan. Dalam teologi keagamaan, Hakim  adalah sebagai wakil Tuhan di bumi. Apa yang menjadi keputusan Hakim adalah final. Keputusan Hakim  yang gegabah, akan berakibat fatal terhadap roses hukum selanjutnya. Maka dari itu, tidak semua orang bisa menjadi Hakim. Selain independen, Hakim juga harus mempunyai profesionalitas tinggi untuk memutuskan suatu perkara hukum.
Di Indonesia, Hakim disebut sebagai pejabat negara setingkat dengan Eksekutif  dan Yudikatif. Sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Hakim, Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang pokok-pokok kepegawaian dan PP Nomor 54 Tahun 2010 tentang pemberian gaji  atau pensiun atau tunjangan bulan tiga kelas.  Dengan demikian, bisa dikatakan posisi jabatan sebagai Hakim  adalah sama halnya dengan pejabat negara.
Dengan posisi Hakim yang tergolong istimewa tersebut, patut bagi mereka untuk mendapatkan hak-hak konstitusionalnya yang antara lain adalah mengenai gaji atau pensiun atau tunjangan bulan tiga kelas sebagaimana UU No. 54 Tahun 2010 diatas. Namun yang dirasakan para Hakim saat ini justru malah sebaliknya. Banyak Hakim yang mengeluh lantaran gajinya tidak sepadan dengan profesionalitas mereka dalam menegakkan hukum. Bahkan gaji Hakim  lebih rendah dari pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang setiap tahun naik.
Jika dikalkulasikan, besaran gaji pokok Hakim  saat ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2008 yaitu golongan III/a senilai Rp.1.976.000,- dalam masa kerja 0 tahun dan golongan tertinggi IV/e masa kerja 32 tahun mendapat Rp. 4.978.000. Hingga sekarang gaji pokok Hakim masih tetap sama dan belum ada kenaikan. Begitu juga dengan tunjangan Hakim  yang sudah sebelas tahun tidak dinaikkan. Dalam hal ini, tunjangan jabatan Hakim  juga diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 Tahun 2001.  
Karena tidak adanya kenaikan gaji pokok dan tunjangan Hakim  inilah yang menjadi sebab mengapa para Hakim  yang terkumpul dalam Gerakan Progresif Hakim Indonesia, akan mogok sidang jika tuntutannya tersebut tidak direalisasikan. Permasalahan ini sebenarnya adalah peroalan internal para Hakim sendiri. Namun menjadi eksternal dan terbuka ketika ara Hakim akanmelakukan mogok sidang jika pertimnatannya tidak direalisasikan oleh pemerintah.

Gaji Rendah, Rawan Suap
Pergolakan para Hakim  tersebut sedikit banyak telah membuka mata kita untuk mengetahui lebih jauh bahwa di Indonesia, perselingkuhan hukum, politik, pengusaha dan uang hampir tidak bisa dielakkan. Bahkan hukum hapir tidak ada bedanya dengan politik, hanya perananya saja yang berbeda. Permasalahannya bukan hanya pada gaji Hakim, tetapi juga proses hukum yang akan sangat rawan dengan suap jika gaji Hakim  rendah.
Tulisan ini bukan kampanye agar gaji Hakim dinaikkan, akan tetapi lebih sebagai refleksi banyaknya kasus terpidana korupsi yang bisa bermain-main dengan hukum lantaran kuasa uang. Tidak hanya itu, bahkan dengan uang hukum bisa dibeli berapapun harganya. Realitas ini yang kemudian membuat kita berpikir ulang mengenai posisi Hakim dalam menyelesaikan suatau permasalah hukum. Jual beli hukum yang semakin menjamur di Indonesia,  tentunya merupakan permasalahan besar yang patut diselesaikan.
Kita sebut saja berbagai koruptor yang bebas keluar masuk tahanan karena bisa membeli hukum. Atau bahkan tidak tersangkut hukum sama sekali lantaran Hakim  sudah dibeli si koruptor tersebut. Disinilah sebenarnya pertaruhan independensi Hakim. Ketika Hakim  sudah goyah dengan iming-iming uang atau kekuasaan, independensi akan runtuh dengan sendirinya. Jadi, yang perlu dibenahi saat ini adalah bukan hanya soal gaji Hakim  yang tak kunjung naik, tetapi juga bagaimana pelaksanaan hukum yang baik dan profesional tanpa ada tunggangan politik uang.
Apa yang dilakukan oleh para Hakim  tersebut meruakan langkah benar, yaitu untuk meminta hak­-hak konstitusiaonalnya sebagaimana yang sudah diatur dalam undang-undang diatas. Hakim  berhak mendapatkan gaji dan tunjangan yang sepadan atau bahkan lebih tinggi dari pada gaji PNS. Profesionalitas mereka dalam mengawal berjalannya hukum di Indonesia sudah terlihat jelas.

Dunia-akhirat
Satu yang patut dipertanyakan kembali adalah aksi mogok sidang  oleh Hakim  jika pemerintah tidak segera memenuhi permintaan para Hakim  tersebut. Tentunya aksi mogok tersebut tidak relevan. Sebab, profesi Hakim adalah sebagai wakil Tuhan yang seyogyanya sedia melayani proses hukum di Indonesia. Secara sepihak, akan muncul banyak tafsir miring mengenai mogok sidang Hakim  tersebut.
Dalam hal ini, sebagian besar masyarakat tentunya mendukung usulan para Hakim  agar mendapatkan hak-hak konstitusionalnya sebagai pejabat negara. Akan tetapi, aksi mogok memiliki implikasi dan komlikasi persoalan yang jauh lebih serius. Masyarakat akan mempertanyakan kembali niat mereka dalam menerima panggilan tugas sebagai Hakim. sebagai orang yang akan mempertangungjawabkan semua keputusan yang diambilnya, hanya kepada Tuhan.
Parlemen dan pemerintah sama-sama punya andil kesalahan yang menjadikan perlakukan kepada Hakim sebagai pejabat negara terabaikan. Apa yang dilakukan oleh para Hakim  ini tentunya menjadi momentum perubahan agar pemerintah juga sama-sama memikirkan nasib para  Hakim sebagai pejabat negara. Pada intinya, dalam upaya mengawal negara Indonesia menjadi lebih baik, kerjasama antara pihak pemerintah beserta elemen-elemennya dan masyarakat adalah menjadi kuci utamanya. [Nur Kholis Anwar]
Hakim Dunia Akhirat
4/ 5
Oleh
Load comments