Valentine Ala Soekarno dan Fatmawati
Minggu, 14 Februari 2016
Pernik
netizenia.com |
Hai Guys, valentine sudah didepan
mata, lalu apa yang anda lakukan untuk menikmati hari valentine bersama
pasangan anda? jangan sampai valentine tahun ini terlihat garing ya. Ingat! Valentine
hanya satu kali dalam satu tahun. Untuk itu, jangan sampai anda menyia-nyiakan
kesempatan ini untuk berbagai kasih sayang yang lebih kepada pasangan anda.
Nampaknya anda perlu meneladani
kisah romantisme Soekarno dengan Fatmawati ini agar anda bisa terinspirasi untuk
selalu membahagiakan pasangan anda. Jangan salah, Soekarno sebagai sosok orator
ulung, proklamator dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang tangguh, tetapi juga sosok
yang sangat romantis terhadap Fatmawati, isteri Soekarno yang paling muda.
Setelah ditelusuri ternayat
perjuangan Soekarno untuk mendapatkan Fatmawati ini juga penuh dengan darah dan
air mata. Dibawah bendera revolusi, Soekarno mati-matian membela negara, nyawa
menjadi taruhannya. Tetapi Fatmawati selalu menimangnya agar ia selalu tegar
dalam memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia. Fatmawati merupakan waita
yang sangat mencintai Soekarno. Bahkan saking cintanya Fatmawati kepada Soekarno,
ia tidak ingin membuat Soekarno kecewa karenanya.
Dalam sebuah buku Fatmawati;
cacatan Kecil Besama Bung Karmo, fatmawati mengabarkan,
Bung Karno duduk di depanku dan
kemudian berkata : “Fat, aku minta
izinmu, aku akan kawin dengan Hartini,” Aku dengarkan saja apa yang Bung
Karno utarakan tadi dengan seksama dan tenang.
“Boleh saja” kataku menjawab, “tapi
Fat minta dikembalikan pada orangtua. Aku tak mau dimadu dan tetap anti
poligami.” “Tetapi aku cinta padamu
dan juga aku cinta pada Hartini,” demikian Bung Karno. “Oo, tak bisa begitu!” kataku. Saking cintanya fatmawati kepada
soekarno, ia seakan tidak rela kalau soekarno berpaling kepada orang lain. Meskipun
soekarno mencintai Hartini, tetapi fatmawati tidak menginginkan perceraikan, Fatma
lebih memilih ikut orang tuanya dari pada diceraikan.
Awal percintaan ini soekaro
dengan fatmawati ini bermula ketika pada taun 1938 Fatmawati dibawa ayahnya
untuk bertemu dengan seorang tokoh pergerakan Bangsa Indonesia yang diasingkan
di Bengkulu. Ia adalah Soekarno. Di saat bersamaan Fatmawati juga bertemu
dengan Istri Soekarno yang akan digantikan kedudukannya olehnya. Istri soekan
pada saat itu adalah Inggit, fatmawati mengabrakan, “……Sedangkan Inggit mempunyai pembawaan halus saja, pandai tersenyum dan
gemar makan sirih. Berpakaian rapi, tak banyak reka-reka menurut model sebelum
generasiku, memakai gelungbono Priangan. Pada penglihatanku ibu Inggit seorang
yang tidak spontan, gerak geriknya hati-hati. Bercakappun demikian. Matanya
kelihatan seakan-akan redup karena penderitaan…..”
Rupa-rupanya perkenalan itu menghantarkan
Fatmawati untuk tinggal sementara bersama Soekarno. Pada saat tinggal bersama
inilah, benih cinta anara soekarno dan Fatmawati mulai tumbuh dan semakin
bersemi. Namun tak lama kemdian fatmawati tidak lagi tinggal di kediaman
Soekarno hingga kemudian Fatmawati mendapatkan pinangan dari seorang pemuda. atas
pinangan tersebut, hati fatmanawati ternyata tidak merasakan gembira sama sekali,
justru fatmawati malah merasa gelisah. Fatmawati kemudian memutuskan untuk
mengkonsultaskan pinangan tersebut kepada Soekarno, apakah harus menerimanya
atau menolaknya. Jawaban yang didapat dari Soekarno akan sangat mengejutkannya.
“Fat, sekarang terpaksa aku mengeluarkan perasaan hatiku padamu.
Dengarlah baik-baik… Begini Fat, sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu
pertama kali aku bertemu denganmu, waktu kau ke rumahku dulu pertama kali. Saat
itu kau terlalu muda untuk menerima pernyataan cintaku. Oleh sebab itu aku
tidak mau mengutarakannya…” tutur Soekarno.
Menerima jawaban tersebut
Fatmawati menjadi lebih gelisah, ia menyimpan rasa cinta terhadap Soekarno,
tapi kondisi saat itu terlalu rumit untuk menerima begitu saja pernyataan
cintanya. Fatmawati pun berunding dengan keluarganya beserta Dr. Jamil dan Dr.
Waworuntu. Dr. Jamil menyarankan kepadanya agar tidak menerima lamaran
Soekarno.
“Bukannya aku tidak senang kepada Bung Karno, sekali-sekali tidak.
Sareanku ini berdasarkan pertimbangan agama. Ingatlah itu istri Nabi yang akan
dimadu. Bibirnya mengatakan ya, namun ternyata pohon tempat ia bersandar mati
kepanasan dan telur yang dibawanya menjadi matang.” Tegas fatmawati.
Akhirnya diputuskanlah bahwa
Fatmawati hanya akan menerima lamaran Soekarno apabila ia telah resmi bercerai
dengan Inggit. Soekarno pun menerima syarat tersebut dengan berkata kepada
Hassan Din.
“Ayah ketahuilah, jika Fatma tidak kudapat, dan bestaat Sukarno no niet
meer!” (maka Soekarno tak akan ada di dunia ini lagi!)”
Kemudian Soekarno perlahan berkata
meminta persetujuan perceraian kepada Inggit. "Enggit (Inggit Garnasih), katanya dengan suara suara rendah. Ada
sesuatu yang musti aku katakan, " kata Soekarno.
"Aku sudah tahu, " kata Inggit. "Ya mengenai Fatmah bukan, ?" ujar Inggit. "Dari siapa Enggit tahu,?"
timpal Soekarno. "Dari setiap bunga
yang ada di sekeliling rumah ini," ungkap Inggit memberikan kiasan.
"Terangkan dari siapa Enggit tahu," imbuh Bung Karno.
"Tidak perlu Enggit jelaskan. Yang penting apakah benar orangnya
itu Fatmah, ?".
"Ya benar Fatmawati, " ujar Soekarno sambil menarik nafas
panjang.
.."Ya aku mau mempunyai anak. Anakku sendiri keturunanku. Apakah
Enggit izinkan Kus (Bung Karno) kawin dengannya,?".
“Astaghfirullah, mana mungkin. Ceraikan aku dulu baru Kus bisa kawin
dengannya," tegas Inggit seperti ditulis Cindy Adams.
Singkat cerita pada tahun 1943
Soekarno resmi menceraikan Inggit dan menikahi Fatmawati. Mereka tinggal di
rumah Pegangsaan Timur 56 yang bersejarah. Suatu hari ketika tengah 9 bulan
mengandung, Fatmawati menerima dua blok kain dari seorang Perwira Jepang,
masing-masing berwarna merah dan putih. Kedua kain tersebut dijahit menggunakan
tangan menjadi sehelai bendera merah putih yang besar olehnya. [Cho/Ntz]
Sumber :
Buku Fatmawati Sukarno, The First
Lady, karya Arifin Suryo Nugroho yang diterbitkan Penerbit Ombak, 2010.
Buku Otobiografi Soekarno
Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.
Buku Suka Duka Fatmawati Sukarno,
yang diterbitkan Yayasan Bung Karno, tahun 2008.
Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno yang
diterbitkan oleh Dela Rohita Jakarta, 1978.