Menajamkan Semangat Dan Pemikiran Perempuan Kartini
Jumat, 08 April 2016
Opini
Persamaan hak menjadi kunci dari perjuangan Kartini, persamaan hak untuk mendapatkan pendidikan, persamaan hak untuk menentukan nasib sendiri, persamaan hak untuk membangun peradaban yang adil tanpa diskriminasi. Segala bentuk diskriminasi yang terjadi saat itu menjadikan perempuan pribumi sangat menderita. Segala bentuk kehidupan yang dijalani perempuan sudah diatur, tidak ada hak bagi perempuan untuk berpendapat walaupun itu untuk kehidupannya sendiri.
Hal tersebut juga sama dialami oleh Kartini walaupun dia lahir dari kalangan bangsawan.
Dari berbagai suratnya yang dia tulis kepada sahabat-sahabatnya di Netherland, dia mencurahkan segala perasaannya, tentang bangsanya, tentang nasib kaum para perempuan pribumi, dan harapannya akan perabadaban yang memberikan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bagi Kartini tidak ada peradaban yang maju dari bangsa yang mengalami ketimpangan, tidak ada masa depan bagi generasi yang diasuh tanpa kemampuan yang sungguh-sungguh. hal ini ditulis secara implisit dari beberapa kutipan yang ditulis Kartini dalam suratnya:
“Saya anggap suatu dosa apabila mendidik anak-anak yang menjadi harapan masa depan tanpa kemampuan yang sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas besar yang menurut pandangan saya sagat mulia dan suci itu.”
Hal ini meneguhkan bagaimana perempuan haruslah menjadi kaum terdidik, karena begitu sentralnya peran perempuan dalam pembangunan. hal ini yang selalu menjadi kritik Kartini akan kolonialesme dan feodalisme yang menjadikan perempuan yang begitu termarjinalkan, dijadikan golongan kedua dalam pembangunan, padahal ketika disadari dari rahim para perempuanlah segala masa depan itu berawal.
Tantangan Kartini masa kini
Itulah sedikit sisi pandang akan semangat Kartini akan perubahan nasib perempuan, harapan, dan cita-citanya untuk masa depan, pertanyaannya bagaimana Kartini hari ini?? Saya percaya semangat Kartini masih terus hidup di dalam jiwa-jiwa perempuan Indonesia, karena begitu banyaknya perempuan terdidik yang selalu peduli dengan anak-anaknya, peduli akan lingkungannya, peduli akan nasib generasi yang akan memimpin bangsa ini nantinya.
Era modernitas, demokrasi dan keterbukaan informasi ini menjadikan perempuan tidak lagi dalam belenggu 'kolonialisme, dan feodalisme', kesempatan dan akses bagi perempuan untuk pendidikan dan berperan dalam sektor publik pun terbuka lebar untuk perempuan. mungkin Kartini akan tersenyum melihat apa yang dulu dicita-citakan bagi kaumnya terwujud, walaupun perjuangan tidak akan pernah berhenti.
Segala bentuk perubahan pastilah memiliki dua implikasi yang saling kontras, positif dan negatif. positif melihat banyak perempuan memperlihatkan kualitasnya dan prestasinya saat mereka diberikan akses yang sama dalam segala bidang. Negatif, ketika mereka mampu berperan diranah publik melupakan potensi yang dimiliki untuk mempersiapkan generasi masa depan. fenomena anak di didik oleh pembantu karena sibuk bekerja, fenomena konsumerisme yang menjangkiti kaum perempuan saat berbagai industri membidik mereka sebagai market, ini juga menjadi kritik bagi perempuan ketika mereka mengaku memiliki jiwa Kartini, haruskah ini terus berlangsung???.
Kalaulah tidak ada semangat Kartini, atau menganggap karena perubahan zamanlah yang membuat perempuan bisa meraih apa-apa sekarang, ingatlah bahwa yang dinikmati kita hari ini berawal dari perjuangan orang terdahulu. Sebuah pesan dari Kartini bagi mereka yang mampu memberikan perubahan tapi terjerembab egosentrisme dan invidulis, itu adalah hal yang menjijikkan.
“Memikirkan kepentingan diri sendiri selalu saya pandang sebagai kejahatan yang paling jahat dan yang sangat jijik. Demikian juga halnya dengan rasa tiada terimakasih dan yang sejenisnya. Cita-cita kami, menjadi satu dengan kehidupan kami. Kami tidak dapat hidup tanpa cita-cita. Demikian pula, tanpa cita-cita kami tidak dapat memperlakukan orang-orang yang kami sayangi.” [Ls/Net]
" Selamat hari Kartini "