Terkikisnya Budaya Baca Mahasiswa
Senin, 22 Februari 2016
Edukasi
netizenia.com |
Namun, melihat Mahasiswa
sekarang ini, budaya membaca dan diskusi nampak mulai terkikis.
Kelompok-kelompok diskusi di kampus-kampus juga bisa dihitung dengan jari. Toh
kalau ada kelompok diskusi, itu hanya diikuti oleh beberapa Mahasiswa saja. ini
menjadi pertanyaan besar bagi Mahasiswa yang ditimang-timang sebagai agent of change. Mahasiswa yang mampu
memberikan perubahan terhadap arah bangsa Indonesia kedepan yang lebih
maju.
Secara historis, melacak
lebih jauh akar peradaban membaca umat Islam adalah ketika Tuhan menurunkan
wahyu kepada Muhammad yang berupa surat iqra`
yang artinya, bacalah. jika
dirasionalisasikan, Muhammad bukanlah manusia yang bisa membaca dan menulis.
Pertanyaanya, kenapa Tuhan memberikan wahyu kepada muhammad berupa surat iqra`? Bagi penulis, ini merupakan
rambu-rambu peradaban keilmuan yang digariskan oleh Tuhan untuk umat
manusia. Jadi peradaban dimulai dengan
membaca dan kemudian menulis.
Pengertian budaya
membaca, sering kali kita sinonimkan dengan “membaca buku” atau budaya “literasi”.
Pada esensinya, membaca adalah melihat buku maupun realitas sosial yang
kemudian kita bisa memperoleh maknanya. Bagi Mahasiwa maupun para pelajar
lainnya, membaca buku masih menjadi
episentrum untuk meningkatkan kualitas keilmuan. Sebab dengan membaca buku
itulah, mereka akan tau tentang banyak hal.
Menurut penelitian di
Amerika serikat (AS) yang dilakukan di Harvard University mengenai pengaruh
membaca terhadap kualitas anak bangsa disebutkan bahwa kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) bangsa ditentukan pada apa yang dibaca oleh anak-anak negeri yang
bersangkutan pada kurun waktu 20 tahun sebelumnya. Bisa dikatakan, nasib
keilmuan Indonesia kedepan adalah tergantung pada para pelajaar saat ini,
apakah mereka mempunyai hirah untuk
membaca atau hanya sekedar ke kampus dan kost.
Membaca sebenarnya
adalah sebuah proses dekoding. Dalam
semiotika, pembacaan berarti memahami bagaimana suatu tanda terkait dengan
tanda yang lainnya dalam suatu struktur budaya. Esensi dari sebuah pembacaan
adalah bagaimana manusia mendapatkan makna. Inilah yang perlu kita pahami
sebelumnya. Pembacaan bukan ritual sehingga tak perlu ditetapkan hari untuk
melakukan kegiatan mebaca. Esensi membaca adalah proses mencari makna yang
berkontribusi bagi kehidupan si pembaca (Mahasiswa).
Seorang filosof kebangsaan
Prancis, Martin Heidegger pernah mengungkapkan pemikiran bahwa barang siapa
mencari kedalaman, mulailah dengan yang dangkal-dangkal dan melihat kedangkalan
dengan tatapan yang cermat dan dalam, maka kedalaman itu akan muncul dari
hal-hal yang bersifat permukaan. Dalam ungkapan Heidegger tersebut, tersirat
sebuah proses membaca. Pembacaan terhadap suatu realita ternyata memiliki
hirarki intensitas yang membedakan pembacaan satu dengan lainnya. ada
yangmembaca sebatas permukaan namun ada pula yang mempu permukaan secara
mendalam (Audifax, 2008).
Tulisan ini menjadi
refleksi bersama terkait semakin terkikisnya budaya membaca, menulis, dan
diskusi di kalangan mahasiswa. Untuk memutar kembali zaman tentulah tidak
mungkin bisa dilakukan, tapi untuk mencipta peradaban yang lebih baik sangtalah
mungkin untuk kita lakukan, yaitu melalui budaya membaca. [Cho/Ntz]