Inilah 6 Hak Dasar Buruh Yang Wajib Anda Ketahui!!
Sabtu, 30 April 2016
Peristiwa
netizenia.com |
Setiap manusia tidak ada yang menginginkan dirinya untuk menjadi buruh atau pekerja atau kuli dan semacamnya. Sejak masih kecil, manusia selalu berimajinasi tentang masa depan dan cita-citanya yang sangat tinggi dan indah. Dari semua impian dan imajinasi itu tidak semuanya bisa terrealisasikan. Tetapi, ada juga sebagain orang yang imajinasi tentang masa depannya bisa terwujudkan.
Sebagaimana seorang buruh, sejak dari kecil ia tidak pernah mempunyai bayangan atau cita-cita untuk menjadi buruh. Tetapi karena kondisi ekonomi dan keadaan yang tidak mendukung, ia harus menjadi kuli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perlu diketahui pula bahwa pekerjaan sebagai buruh bukanlah pekerjaan yang menjijikan atau pekerjaan remeh. Tanpa adanya buruh, mesin produksi tidak akan bisa jalan. Maka dari itu Kalr Marx memposisikan buruh sebagai mitra kerja, bukan sebagai mesin produksi. Untuk itulah kemudian pemerintah membuat undang-udang untuk mengatur hubungan atau relasi antara buruh atau pekerja dengan perusahaan.
Berikut ini adalah 6 hak dasar buruh yang perlu anda ketahui.
1. Hak Dasar Buruh Dalam Hubungan Kerja
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh, meningkatkan dan mengembangkan potensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Setiap pekerja juga mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai agama. Adapun dasar hukumnya adalah terdapat dalam UU No 13 Tahun 203.
2. Buruh mempunyai hak atas Jaminan Sosial dan K3 (Keselamatan dan kesehatan kerja)
Setiap tenaga kerja dan keluarganya berhak untuk mendapatkan jaminan sosial yang berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, serta jaminan pemeliharaan kesehatan. Adapun jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja atau buruh berhak meminta kepada pengusaha untuk dilaksanakannya semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
Pekerja juga bisa menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya. Adapun dasarhukumnya adalah UU No. 13 Tahun 2003, UU No. 3 Tahun 1992, UU No. 1 Tahun 1970, KEPRES No. 22 Tahun 1993 PP No. 14 Tahun 1993, PERMEN No. 04 Tahun 1993 dan PERMEN No. 01 Tahun 1998.
3. Hak dasar atas perlindungan upah
Setiap pekerja berhak untuk memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya. Pengusaha wajib membayar upah kepada buruh, meskipun buruh tersebut sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya. Pengusaha wajib membayar upah kepada buruh, Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. Menghitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
d. membabtiskan anak, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
e. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
f. Suami/Isteri, Orang tua/Mertua atau anak/menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari dan
g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 hari
Pengusaha wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan pekerjaan tersebut buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan.
Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakan baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah 5% (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang harus didahulukan pembayarannya. Dasar hokum dari itu semua sudah tertera dalam UU No.13 Tahun 2003, PP No.8 Tahun 1981 dan PERMEN No. 01 Tahun 1999.
4. Hak Dasar Pekerja Atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti Dan Libur
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat, yaitu ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Yang meliputi:
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Dasarhukunya adalah UU No.13 Tahun 2003.
5. Hak Dasar Untuk Membuat PKB (Perjanjian Kerja Bersama)
Serikat pekerja/Serikat buruh, federasi dan konfederasi Serikat pekerja/Serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak membuat Perjanjian Kerja Bersama dengan Pengusaha. penyusunan perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara musyawarah. Perjanjian kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan. Perlu diketahui pula bahwa masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun. Akan tetapi, perjanjian kerja bersama dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat:
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
Dasar hukum terkait dengan PKB ini adalah UU No. 13 Tahun 2003 dan UU NO.21 Tahun 2000.
6. Hak Dasar Mogok
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuannya ditandatangani oleh perwakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
Dalam hal mogok kerja dilakukan pemberitahuannya kurang dari 7 (tujuh) hari kerja, maka demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara:
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [Ntz]