Warga Pasucen, Jawa Tengah Resah Karena Limbah Tapioka
Rabu, 11 Mei 2016
lingkungan
netizenia.com |
Sungai yang mempunyai fungsi
sebagai aliran air, baik pada saat musim hujan ataupun musim kemarau, tentu
sangatlah penting untuk dirawat. Terlebih bagi sungai yang keberadannya tepat
di tengah-tengah desa seperti halnya sungai di desa Pasucen, Trangkil, Pati, Jawa
Tengah. Tanpa adanya perawatan, air tidak akan bisa mengalir secara maksimal, terlebih
ketika musim hujan.
Sungai yang membentang dari ujung
barat hingga ujung timur Desa Pasucen tersebut, juga menjadi penghubung
aktivitas warga antara Pasucen Utara dengan warga Pasucen selatan, baik
aktivitas sosial, ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Untuk itulah, penting
kiranya untuk melestarikan sungai tersebut agar kebersihannya tetap terjaga dan
terawat.
Namun, yang menjadi keresahan warga
desa Pasucen adalah adanya limbah industri tepung tapioka yang dibuang di
sepanjang sungai Desa Pasucen tersebut. Terdapat tiga industri tapioka yang
limbanhnya dibuang di Sungai tersebut, yaitu Djawal 16 (Tapioka Boediono)
Rt.04/01, Lyana Putra, UD (Tapioka Supandan) Rt.4/01, Tapioka H. Junaidi Rt.03/01.
Di satu sisi, industri tapioka
merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif dari aspek ekonomi.
Di sisi lain, pembuangan limbah yang tidak tepat akan berdampak pada pencemaran
lingkungan dan menyebabkan berbagai penyakit bagi masyarakat yang berada di
sekitar indutri tapioka tersebut. Dampak
tersebut merupakan pengaruh limbah cair yang tidak mengalami proses pengolahan
terlebih dahulu sebelum dibuang di sungai warga.
Bagi masyarakat yang tinggal di
dekat sungai desa Pasucen tersebut, rata-rata mereka mengeluhkan badanya limbah
tapioka. Selain menimbulkan bua busuk, masyarakat juga banyak yang diserang
nyamuk. Efeknya sangat kentara ketika musim kemarau tiba, limbah menggenang
disepanjang sungai dengan bau busuk yang menyengat dan menjadi sarang mnyamuk.
Proses pengolahan singkong
menjadi tepung tapioka akan menghasilkan limbah 2/3 sampai 3/4 dari bahan
mentahnya (Amri, 1998). Limbah tepung tapioka terdiri atas limbah padat yang
biasa disebut onggok dan limbah cair. Limbah padat berupa kulit dan ampas. Kulit diperoleh dari proses pengupasan,
sedangkan ampas yang berupa serat dan pati diperoleh dari proses penyaringan.
Limbah cair industri tapioka
dihasilkan selama proses pembuatan, mulai dari pencucian sampai proses
pengendapan. Apabila limbah industri tapioka tidak diolah dengan baik dan benar
dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya penyakit gatal-gatal, batuk dan
sesak nafas; timbul bau yang tidak sedap; mencemari perairan tambak sehingga
ikan mati; perubahan kondisi sungai karena proses pencemaran (Wahyuadi, 1996).
Limbah cair tapioka mengandung
zat-zat organik yang cenderung membusuk jika dibiarkan tergenang sampai
beberapa hari di tempat terbuka. Hal ini merupakan proses yang paling
merugikan, karena adanya proses dimana kadar oksigen di dalam air buangan
menjadi nol maka air buangan berubah menjadi warna hitam dan busuk.
Sampai saat ini, warga desa
pasucen masih mencium aroma tak sedap dari limbah cair industri tapioka
tersebut. pemilikindustri tapioka (Boediono, Supandan dan junaedi) harus
bertanggung jawab atas limbah yang dibuang disungai warga tersebut. Selain
dapat mengganggu pernafasan warga, imbah cair tapioka di sepanjang sungai desa
pasucen tersebut juga menjadi sbarang nyamuk yang dapat menganggu kenyamanan
warga. [Cho/Ntz]