Berdamai Dengan Alam

Berdamai Dengan Alam

Para filsuf Yunani kuno sebelum Socrates berpandangan bahwa alam semesta adalah sumber kebajikan. Semua yang dibutuhkan manusia sudah disediakan oleh alam. Dengan demikian, jika manusia ingin memperoleh keutamaan hidup, manusia dianjurkan untuk berdamai dan meniru perilaku alam semesta ini. Meskipun pengetahuan manusia tentang alam semesta masih sangat terbatas, justru dalam keterbatasannya itu manusia menjadi santun dan hormat pada alam.


Pandangan kosmosentrisme ini secara perlahan digantikan oleh antroposentrisme yang dibangun oleh Socrates, bahwa ukuran kebaikan dan kebenaran itu terletak pada akal budi manusia. Paham antroposentrisme ini dikembangkan lebih jauh lagi oleh Plato dan Aristoteles meskipun keduanya masih tetap menjadikan alam semesta sebagai kitab yang terbuka yang selalu mengajarkan kebajikan.


Paradigma antroposentrisme sekuler yang menjadikan intelektualitas manusia sebagai puncak ukuran kebenaran sehingga secara sistemik masyarakat modern telah menghancurkan habitatnya sendiri. Alam dengan seenaknya dieksloitasi secara besar-besaran tanpa memperhatikan dampak dan efek kedepannya. Gunung dihancurkan dengan berbagai metode, baik melalui pengeboman ataupun digali menggunakan alat berat.


Kita bisa melihat bagaimana kerusakan alam akibat penambangan pabrik semen yang dilakukan di Gresik, Jawa Timur dan di daerah lainnya. Terjadi kerisis air bersih, polusi udara dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya yang secara langsung berdampak terhadap kesehatan. Namun, terkadang kita sebagai manusia tidak menyadari itu semua. Logika kapitalisme liberal meransek masuk ke dalam sistem hidup manusia. Imbasnya,  yang ada di pikiran hanyalah keuntungan.



Kendeng Utara


Masih jelas bagaimana dampak kerusakan alam akibat penambangan pengunungan kapur sebagai bahan baku pembuatan semen yang dilakukan oleh PT. Pabrik Semen. Kini, kawasan pegunungan Kendeng utara juga turut dilirik untuk dieksploitasi kekayaan amalmnya. Di Rembang, Jawa Tengah, pendirian pabrik semen sudah 75 persen. Rencananya, pabrik akan mengambil bahan baku pembuatan semen (batu kapur) dari pegunungan Kendeng Utara yang masuk di kawasan Rembang.


Berbagai elemen masyarakat sudah turun ke jalan, berdemonstrasi dan melakukan berbagai aksi untuk menggagalkan pembangunan pabrik semen. Upaya hukum pun sudah ditempuh. Akan tetapi, perselingkugan antara penguasa dan pengusaha sulit untuk dihentikan. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tidak mengindahkan habitat lingkungannya sendiri. Pabrik semen dibiarkan masuk dengan  dalih untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat yang lebih maju.


Kita masih bisa melihat bagaimana fakta yang ditampilkan dalam sebuah film dokumenter “Samin Vs Semen” yang secara gamblang telah menunjukkan kekejaran penguasa dan pengusaha terhadap masyarakat sipil. Jelas pula bagaimana kebiadaban dan tindakan represif yang dilakukan aparat kelolisian terhadap ibu-ibu yang berdemonstrasi menolak pendirian pabrik semen di Rembang tersebut. Mereka mendirikan camp-camp di dekat lokasi pendirian pabrik semen. Mereka dipukul, ditendang dan dilempar di semak-semak.


Meskipun demikian, semangat masyarakat rembang untuk memperjaungkan kelestarian alam pegunungan Kendeng tetap menyala. Mereka tak henti-hentinya memprotes pendirian pabrik semen dan berusaha menempuh jalur hukum agar pembangunan pabrik semen bisa dihentikan. Tak ayal, dukungan datang membanjiri masyarakat Rembang dan kawasan pegunungan kendeng untuk terus memperjuangkan keadilan dan kelestarian ekosistem.



Mambidik Pati


Apa yang telah terjadi di Rembang, kini juga akan terjadi pula di kabupaten Pati. Anak perusahaan pabrik semen Indoensia, PT. SMS masuk dan akan mendirikan pabrik semen di kecamatan Tambakromo, Pati. Bupati Pati, Haryanto memberikan izin kepada PT. SMS untuk mendirikan pabrik semen di Tambakromo tersebut. Dalihnya sama,  yaitu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengetaskan angka pengangguran di kabupaten pati.


Tambakromo merupakan wilayah pegunungan Kendeng utara yang mempunyai potensi alam melimpah. Juga terdapat bebatuan kapur sebagai bahakn baku pembuatan semen. Haryanto, dengan enteng membubuhkan tandangan pada surat perizinan pendirian pabrik semen PT. SMS agar pati menjadi sentra produksi semen di jawa Tengah. Logis tetapi tidak realistis. Bupati tidak mempertimbangkan bagaimana kelangsungan alam dan ekosistem di pegunungan Kendeng apabila pabrik semen didirikan dan mengeruk bebatuan kapur di pegunungan Kendeng tersebut.


Sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Semarang Caver Asosiation (SCA) pada tahun 2013 lalu menunjukkan bahwa dipegunungan kendeng utara terdapat jejak karst dalam bentuk panor, goa dan mata air. Ada sebanyak 33 mata air diwilayah Grobogan dan 79  mata air di wilayah Sukolilo pati dengan debit relatif konstan. Sebagian dari sumber mata air tersebut diamanfaatkan oleh 8000 kepala keluarga dan untuk mengaliri lebih dari 4000 hektar sawah di sukolilo. Adapun upaya untuk perusakan ekosistem ini, terutama melalui penambangan batu kapur dengan skala besar, akan menimbulkan resiko banjir dan kekeringan bagi kawasan tersebut.


Ahli Ekologi-Politik seperti Forsth (2003) dalam bukunya Critical Political Ecologi mengatakan, penggunaan sumber daya alam yang semakin banyak tanpa mempertimbangkan efek kelanjutannya, akan gerdampak buruk bagi kelangsungan alam itu sendiri dan manusia pada umumnya. Melihat yang demikian ini, pelestarian alam dan lingkungan sekitar menjadi suatu keharusan yang tidak bisa dibantah lagi.


Dalam perspektif filsafat, krisis sosial, politik, dan ekologi ini sudah lebih dari cukup sebagai panggilan untuk melakukan kritik total terhadap gaya dan filsafat hidup serta kebijakan publik yang dilakukan pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten pati. Berulang kali kita diterpa krisis, Banir, dan kekeringan akibat kerusakan lingkungan, tetapi rasanya pemerintah dan pengusaha pertambangan sulit untuk diajak melakukan pertobatan dan perubahan. Sudah begitu banyak ritual dan khotbah keagamaan yang mengajak kita untuk berdamai dengan alam, melestarikan alam, menjaga dan merawatnya, tetapi semuanya hanya sekadar menjadi hiburan dan seremoni yang didengar sesaat tanpa implementasi.


Saat ini rasanya kita diajak untuk menghargai kearifan kuno. Bahwa manusia adalah bagian integral dari alam, bukan penguasa alam. Kearifan kuno mengajarkan keserasian antara habit, habitus, dan habitat. Ketika manusia sebagai habitus mengambil sikap eksploitasi dan konfrontasi terhadap habitat alamnya, maka manusia pasti kalah. Bukti kekalahan manusia ketika konfrontasi terhadap alam semakin banyak.


Kini saatnya kita merenung dan menyadari betapa rapuhnya sesungguhnya posisi kita di hadapan semesta. Sehebat apa pun kekuatan manusia untuk melawan alam, tidak mungkin manusia akan bisa memenangkannya. Apa yang bisa diraih dan ditaklukkan manusia, terlalu kecil di hadapan semesta yang tak terbatas. Pada akhirnya, marilah kita berdamai dengan Alam. [Cho/Ntz]

Berdamai Dengan Alam
4/ 5
Oleh
Load comments