Menghidupkan semangat Al Ma’un

Menghidupkan semangat Al Ma’un

Al Qur’an sebagai kitab terakhir yang di turunkan Tuhan kepada umat manusia sebagai petunjuk sekaligus pedoman dalam menjalani hidup, dalam proses pembumianya tidak lepas dari berbagai aspek yang mengiringi dan melatar belakanginya. setiap konteks dan Azbabunnuzul yang mendahului pasti ada konflik yang di potret Al Qur’an untuk dijadikan ibrah (pelajaran) bagi generasi berikutnya.


Sesuai dengan fungsi yang di tuliskan di atas Al Qur’an sebagai petunjuk, di harapkan manusia dengan bimbingan Al Qur’an mampu menciptakan tatanan kehidupan yang  baik,  harmonis serta memberi rahmat bagi seluruh alam.


Inilah sebenarnya makna esensi agama dan Al-Qur’an sebagai  pedoman yang harus selalu di jaga dan di refleksikan bersama , keberadaan Al Qur’an tidak cukup hanya di baca dan hafalkan tapi upaya pemahaman dan  implementasi nyata  dalam  kerja merupakan kewajiban. Bahkan islam sendiri mengecam umatnya yang kelihatan secara dhohir menjalankan perintah agama yang sifatnya transenden, menjalankan syariat tapi tidak melakukan kerja-kerja sosial yang berkaitan dengan makhluk lainya. Karna fungsi di turunkanya Al Qur’an tidak hanya sebagai peraturan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik namun juga kehidupan dunia yang sama-sama seimbang.


Hal ini terekam jelas dari berbagai ayat dalam Al Qur’an salah satunya dalam surat Al ma’un yang mengencam orang yang beribadah kepada Tuhan tapi melupakan tanggung jawab sosial, menurut sebagian besar ulamak surat yang di turunkan berkenaan dengan tokoh kaum musrikin pada saat itu Abu Sofyan, yang setiap minggunya memotong onta kemudian dagingnya di bagikan kepada temannya-temanya, tapi ketika ada seorang anak yatim datang meminta malah mendorong dan menhardiknya. Kontek inilah yang melatarbelakangi surat ini di turunkan.


Surat yang di awali dengan ayat pertama (1) “tahukah kamu orang yang mendustakan agama” ini menurut Prof. Dr Quroish Sihab dalam tafsir al- misbah menjelaskan bahwa Allah akan memperlihatkan dan memberi tahu kepada umat manusia siapa orang-orang yng mendustakan agama, kemudian (2) “ Maka itulah orang yang melantarkan anak-anak yatim” menurut beliau makna “itu” disini menunjukkan” jauh” yang berarti orang yang berbuat dusta kepada tuhan akan jauh dari rahmat Tuhan. di lanjutkan, (3) “yang mendorong anak yatim”  arti mendorong di sini tidak hanya di maknai sebagai sikap kasar kepada anak yatim, namun  membiarkan anak yatim juga masuk dalam kategori mendorong atau bersikap kasar kepada anak yatim. kemudian “yang tidak memberi makan orang-orang miskin" dalam  lanjutan ayat ini kita di perintahkan  memberi makan orang miskin, tepi ketika kita tidak dapat memberi makan orang miskin kita di printahkan untuk menganjurkan orang lain untuk memberi makan orang miskin.


Dalam penjelasan ke tiga ayat ini Prof. Dr Qurois Syihab menekankan bahwa, Al Qur’an dan Islam mengencam orang muslim yang memberi sesuatu kepada orang lain tapi  tidak tepat sasaran, hal ini sangat berkaitan dengan fenomena beragama kita hari ini. Banyak orang yang bersedekah dan memberi orang lain tapi masih berbentuk seremonial keagamaan, belum menyentuh dan mengatasi persoalan. Bersedekah masih di jadikan sebagai prestis bagi orang yang kaya untuk menunjukkan setatus sosialnya yang tinggi, dan orang yang menerima pemberian (sedekah) masih di posisikan dalam setatus sosial yang rendah, fragmatisme keagamaan masih digunakan sebagai logika beragama kita hari ini, yang berakibat timbulnya rasa nrimo yang pasif bagi yang pemenerima sedekah tersebu.


Selain itu Gus Dur dalam Kemiskinan, kaum Muslim, dan Partai politik-Media Indonesia-16 juli 2002 juga pernah pernah memberi penafsiran ke 3 ayat surat Al-Mau’n di atas “Menunjukkan dengan jelas kepada kita adanya orang-orang yang justru memanipulasi kesengsaraan anak yatim dan hak orang miskin demi kepentingan mereka sendiri. Karena memanipulasi seperti itu dianggap sebagai perbuatan menipu agama, dengan sendirinya perbaikan harus dilakukan oleh manusia yang sadar untuk system politik yang membela kepentingan rakyat”



Agama Pendorong Perubahan


Selanjutnya  dalam ayat ke 4 dan 5 urat al Ma’un “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat (yaitu) orang-orang yang lalai dalam sholatnya” Prof. Dr. Quroisy Syihab menegaskan dalam ayat ini memberi isyarat yang jelas bahwa Allah menegecam orang-orang yang lalai terhadap subtansi sholat yaitu pemujaan dan permohonaan kepada Tuhan. Sholat sebagai ibadah mahdoh semestinya tidak hanya di maknai sebagai (ritus) hubungan manusia dengan Tuhan, namun setelah manusia menjalankan sholat sebagai perintah Tuhan, seharusnya ibadahnya tersebut  mampu membuahkan amal-amal sosial yang bermanfaat bagi orang lain, tidak hanya sebatas sebagai simbol ritunitas keagamaan yang selalu di jalankan, tapi mampu menjadi pendorong perubahan sosial.


Kemudian ke dua ayat 6-7 terakhir “Orang-orang yang berbuat riya” disini dimaknai orang yang bermuka dua dalam Sholatnya. sholat sebagai bentuk pengagungan dan permohonan manusia sebagai makhluk Tuhan kepada pencipta dinodai dengan, bentuknya yang menjalankan sholat tapi esensi yang difikirkan di luar Tuhan, hal inilah yang dimaksud “ria” dalam kontek ayat ini.  dan “mereka yang enggan memberi pertolongan” ayat ini sangatlah berkaitan dengan ayat sebelumnya mengenai sholat, subtansi solat sebagaimana sudah disebutkan di atas, sebagai permohonan kepada Tuhan yang berarti orang yang “butuh” akan peretolongan Tuhan.


Semestinya orang yang berharap atas pertolongan Tuhan tersebut, mempunnyai konsekuensi logis siap membantu dan menolong manusia yang lain sebagai mkhluk ciptaan Tuhan. Karena manusia butuh akan pertolongan Tuhan. Namun manusia dalam hal ini selalu lalai dan bermuka dua, seakan butuh dengan menjalankan sholat sebagai bentuk permohonan tapi enggan menolong makhluk tuhan, inilah yang dimaksudorang yang celaka dalam sholatnya.  


Dari penjelasan tafsir di atas baik secara tersirat maupun tersurat redaksi ayat tersebut menjelaskan agama islam sebagai sistem yang masih kita yakini bersama tidak hanya berkaitan dengan kesolehan  menjalankan ibadah mahdoh semata, namun ibadah goiru mahdoh yang berkaitan dengan hajat orang banyak juga sangat di perhatikan. inilah yang harus kita garis bawahi agar semanga Al Ma’un selalu bergelora dalam jiwa dan raga. [Dul R/Ntz]

Menghidupkan semangat Al Ma’un
4/ 5
Oleh
Load comments