Indera Keenam Dalam Pandangan Medis
Rabu, 03 Mei 2017
inspirasi
Ketika masih balita, ESP seorang anak berkembang, lantaran panca inderanya belum banyak digunakan. Anak hanya melihat apa yang ada disekelilingnya tanpa harus tercemari oleh hal-hal lain. Untuk itu, tidak heran seorang anak kadang mampu melihat makhluk-mahluk ang tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Ketika sang anak mulai masuk sekolah dan belajar matematika, olahraga, dan lain-lain, ESP-nya berkurang karena kemampuan inderanya sudah dijejali dengan berbagai macam ilmu-ilmu baru yang didapatkan dari sekolah. Ketika sekolah, yang banyak dilatih adalah otak dan otot. Saat itu, panca inderanya yang dominan. Panca indera dalam istilah medis disebut sensory perception (SP). Jadi, kemampuan ESP-nya menurun. Tentuna perlu pelatihan kembali untuk membangkitkan ESP tersebut. Entah itu melalui meditasi, siraman rohani atau dengan penyeimbangan antara ESP dan SP dalam bangu pendidikan.
Seperti yang kita ketahui bahwa manusia memiliki dua komponen hidup, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan di dunia ini. Keduanya harus menyatu. Akan tetapi, masing-masing antara jasmani dan rohani juga mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Ketika jasmani yang banyak digunakan, itu artinya sensory perception (SP) kita yang aktif bekerja atau panca indera kita yang aktif bekerja. Sebaliknya, ketika rohani yang banyak dipakai, ESP kita muncul. Dan semakin banyak kita mendayagunakan kekuatan rohani kita, maka tidak menutup kemungkinan ESP atau indera keenam yang kita miliki akan mudah untuk diaktifkan.
Perlu kita melihat pola pendidikan yang menyeimbangkan antara kekuatan ESP dan SP, yaitu pendidikan timur, seperti di China dan India. Selain rasio yang dibangun, spiritualnya juga diasah sekuat mungkin untuk menyeimbangkan antara akal dan spiritual. Misalnya, ada latihan meditasi yang sangat efektif untuk menajamkan ESP. Kalau kita melihat di Indonesia, misalnya adalah pelajaran mengenai budi pekerti kepada anak-anak, kata-kata mutiara, dan pencak silat. Selain itu, pengajaran berbagai disiplin ilmu itu dibarengi dengan renungan dan siraman rohani. Hal itu tidak lain adalah untuk menyeimbangkan kekuatan jiwa (ESP) dan raga (SP) anak didik tersebut.
Banyak para ahli medis yang mengatakan bahwa ESP adalah karunia Tuhan yang diberikan kepada setiap insan. Ia tidak akan hilang seumur hidup, walau lama tidak dilatih. Dalam sebuah renungan dijelaskan bahwa siapa yang mengetahui dirinya, mengetahui pula Tuhannya. Para kaum spiritualis bisanya memiliki ESP ini. Mereka betul-betul mengetahui jati dirinya, sehingga dekat dengan Tuhan.
Ketika seseorang menghadapi kematian, panca indera (SP) manusia tidak bekerja. Saat itulah potensi ESP-nya muncul. Ketika seseorang tidak jadi mati, misalnya ia bisa melihat dirinya sendiri selama tak sadarkan diri. Ada juga yang saat masuk ruang operasi di rumah sakit, seseorang melihat tubuhnya sedang disayat-sayat. Nah, ketika telah sadar, seseorang yang tidak jadi mati itu, tampil dengan ESP.
Secara fisik, kita tidak bisa membedakan seseorang yang memiliki indera keenam dan tidak. Untuk mengetahuinya harus dengan indera keenam pula. Namun, para psikiater punya metode sendiri. Psikiater akan mengeluarkan kartu yang disebut ESP card. Jumlahnya 25 kartu dengan gambar-gambar berbeda-beda. Bila setelah dikocok, lebih dari 5 kali, seseorang mampu menebak gambar kartu dengan benar, berarti dia memiliki indera keenam. Bila hanya 5 kali, apalagi kurang, tidak memiliki indikasi indera keenam.
Kini ada teknologi baru untuk mengetahui indera keenam, yaitu dengan foto aura. Foto aura ini menggunakan teknologi yang disebut aura video station. Saat difoto, aura akan terlihat jelas warna-warni aura manusia. Aura itu terkait dengan hormon yang disebut hipofisis dan epificis di otak. Yang memiliki indera keenam, dahinya berwarna aura nila (campuran ungu dan merah). Mereka yang beraura seperti itu, selain memiliki kecerdasan di atas rata-rata, juga memiliki spritualitas tinggi.
Akhir-akhir ini, di seluruh dunia banyak lahir anak-anak yang memiliki ESP. Di Indonesia fenomena ini mencuat ketika memasuki tahun 2000. Mereka biasa disebut anak indigo. Kecerdasan dan sikapnya jauh melebihi usianya. Ia lain dari anak-anak sebayanya. Untuk itu anak-anak indigo kerap dianggap sebagai anak aneh atau ajaib. Berbeda dengan anak cerdas yang bila diajarkan ia cepat menangkap, maka pada anak indigo tanpa diajarkan pun dia sudah langsung menguasai ilmunya. Intelegen Questin (IQ) yang dimilikinya antara 125-130.
Seorang ilmuwan bernama Dr. J.B. Rhine mengadakan penelitian ilmiah pertama atas ESP ini pada tahun 1930-an dan 40-an di Duke University. Hasil penelitiannya cukup menakjubkan dunia akademis pada waktu itu, khususnya karena banyak ilmuwan yang lain sedang berlomba-lomba ingin mengkonfirmasi kebenaran adanya apa yang disebut ESP itu. Buku yang ditulisnya berjudul Extra-Sensory Perception after 60 Years menjadi buku wajib sebagai bacaan pendahuluan memahami indera keenam. Penelitiannya diulangi lagi di seluruh dunia sebanyak 309 kali yang melibatkan 50,000 orang dan 2 juta sesi, dan membuktikan tanpa keraguan bahwa ESP atau indra keenam benar-benar ada.
Pada awal abad ke 20, seorang ilmuwan terkenal bernama Albert Einstein berkata: “Pikiran intuitif adalah karunia yang mulia dan pikiran yang rasional adalah hamba yang setia. Kita telah menciptakan suatu masyarakat yang menghormati hamba dan telah melupakan karunia itu.”
Dalam dunia medis, orang-orang yang memiliki kemampuan indra keenam sering disebut psychic. Pada umumnya orang menganggap bahwa indra keenam hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu seperti paranormal dan sejenisnya. Tetapi sesungguhnya, setelah diadakan penelitian bertahun-tahun seperti disebutkan di atas ditemukan bahwa semua manusia memiliki indera keenam atau ESP. Hanya saja tidak banyak orang yang tahu bagaimana mengaktifkannya dan karena kadar kekuatannya berbeda-beda pada masing-masing orang.