Isra’ Mi’raj dan ‘Laku’ Sholat

Isra’ Mi’raj dan ‘Laku’ Sholat

Isra’ Mi’raj dan ‘Laku’ Sholat
Kamis, 12 Mei 2016

Peristiwa agung isra’ mi’raj merupakan peristiwa monumental yang menjadi tonggak bersejarah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW yang menjadi pelajaran berharga bagi umat islam. Banyak hal yang tidak habis dikaji dalam peristiwa Isro mi’raj Nabi Muhammad SAW, baik dari sisi sains, spiritual, kajian sosial atau kesejarahannya.




Terjadinya peristiwa isro’ mi’raj pun tak terlepas dari latar waktu peritiwa yang melingkupinya. Keberadaan Rosululloh waktu itu yang sedang mengalami kondisi terpuruk karena telah ditinggalkan wafat oleh istri dan paman yang selalu menjadi pembela dan benteng dakwahnya. Keadaan semakin memburuk karena sepeninggal Siti Khotijah dan Abi Tholib, berbagai intimidasi dan serangan kafir Quraisy makin terang-terangan. Berbagai intimidasi baik secara politik, ekonomi, sosial dirasakan berat oleh Rosululloh dan umat islam yang setia. Bahkan beberapa barisan para munafikun mulai terlihat melakukan pembelotan dan keluar dari islam. Namun disaat kondisi yang sangat genting inilah, peristiwa besar isro’ mi’raj itu terjadi.


Walaupun, masih terjadi perdebatan tentang waktu pasti terjadinya isro’ mi’raj, menurut pendapat yang paling popular peristiwa luar biasa tersebut terjadi pada bulan Rajab hari ke 27 pada tahun ke 11 kenabian, atau sekitar tahun 620-621 M. Dianggap juga sebuah peristiwa yang menjadi pengobat kedukaan serta memuliakan Muhammad SAW, sebagai kekasih Allah, peristiwa isro’ mi’raj juga menjadi sebuah perjalanan yang penuh hikmah bagi kaum muslimin. Salah satu yang paling menjadi sorotan adalah adanya perintah sholat.


Banyak tulisan yang coba membedah hikmah dalam peristiwa isro’ mi’raj ini, salah satu yang selalu menarik untuk dikaji adalah perintah sholat. Ini adalah kado terbesar dari peristiwa agung isro’ mi’raj. Dalam literasi Al-quran, kata sholat selalu bersanding dengan kata sabar ini muncul dalam suarah Al-baqorah 45-46:

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 45-46)”


ini juga sekaligus pesan, pada Rosululloh bahwa dengan sholat dan bersabar adalah kunci saat menghadapi peristiwa berat dalam kehidupan. Konteks kondisi keterpurukan umat islam dan Rosululloh saat itu, mengharuskan umat muslim untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Kontekstualiasi ber-sholat memiliki makna transendensi sekaligus makna sosial untuk lebih meningkatkan ukhuawah dan solidaritas dalam menghadapi persoalan yang berat.


Sholat secara transenden, membangkitkan spirit isro’ mi’raj dalam ritus sholat, karena di dalam sholat inilah dialog seorang hamba dan sang khalik diabadikan, segala bentuk kelemahan sebagai hamba diakui dan segala kebesaran sang khalik diagungkan dalam setiap bacaan dan geraknya. Kedekatan dengan Sang Khalik menjadikan seorang hamba memiliki tingkat sabar dan daya survive yang tinggi untuk mengatasi semua tantangan besar dalam kehidupan. Karena itu secara gamblang Rosululloh memberi statement dalam hadist, bahwa sholat adalah mi’rajnya orang-orang yang mukmin.


Sholat bukanlah hanya sebuah ritus semata yang dikerjakan secara wajib 5 kali dalam sehari semalam. Namun sholat adalah ‘laku’, sebuah perangai dan akhlak. Adalah percuma saja dan tidak memiliki efek apapun ketika sholat hanya sebatas ritus dan agenda kewajiban, hal ini juga diperingatkan oleh Allah SWT dalam Surah Al ma’un ayat 4-5 tentang orang yang sholat tapi lalai dalam sholatnya. Banyak orang rajin sholat, tapi tidak menjadikan sholat itu tertajalli dalam perangai keseharian.


Sholat yang telah mendarah daging, dan menajdi perangai dalam kehidupan akan menjadi benteng yang mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar ( QS Al-Ankbut 45), karena dengan hidupnya sholat di dalam diri seseorang tak terlepas Muraqobah (pengawasan) Tuhan, terhadap dirinya. Khusuk dalam sholat dalam artian selalu terhubungnya hamba dengan sang khalik, menjadikan diri seorang hamba lebih mawas dan terbimbingnya perilakunya.


Dalam konteks kekinian, sangat erat hubungannya permasalahan sosial bangsa dan umat islam saat ini dengan kualitas ‘sholat’ yang dimiliki pribadi-pribadi muslim. Ajaran kasih dalam islam dan visi mulia rahmatan lillalamin lekat dengan ‘ritus dan laku’ sholat. Setelah keberserahan diri kepada Tuhan, puja dan puji kemudian ditutup dengan salam, adalah simbolisme akan rahmat yang harus ditebar sebagai manifestasi dari ketakwaan dan kedekatan diri seorang hamba kepada Tuhan.


Kualitas sholat, tidak hanya diukur seberapa banyak dia bertakbir dan bersujud, tapi lebih pada bentuk perilaku yang menjiwai isi dari pada sholatnya. Permasalahan bangsa ini mungkin, saking banyaknya manusia muslim yang lalai dalam ‘sholat’nya. Berbagai perilaku amoral dan asosial, yang dilakukan oleh umat muslim sendiri, seperti perilaku kekerasan, korupsi, tindak kejahatan sosial, apakah mereka itu tidak sholat??


Secara lahiriah mungkin sholat, tapi dalam ‘laku’ mungkin mereka belum bersholat, karena tidak mampunya sholat melindungi mereka hal keji dan mungkar. Gagalnya mereka berperan sebagai agen-agen penebar rahmat, yang memberikan kedamaian bagi sekalian alam juga bukti bahwa lalainya seseorang dalam sholatnya. [M.A/Ntz]
Isra’ Mi’raj dan ‘Laku’ Sholat
4/ 5
Oleh
Load comments