Antara Istiqomah Dalam Kemenangan, Atau Jatuh Di Lubang Yang Sama
Ramadhan sudah hampir tiga minggu berlalu, digantikan bulan syawal. Bulan Syawal atau hari raya ini sering kita maknai sebagai hari kemenangan, hari dimana hingar-bingar kemengan kita sambut dengan kumandang takbir, setelah sebulan lamanya kita berpuasa.
Kemenangan yang kita rayakan di bulan syawal tersebut adalah bentuk selebrasi atas keberhasilan menundukkan hawa nafsu selama satu bulan berpuasa di bulan ramadhan. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan haus, namun penundukan hawa nafsu secara keseluruhan, baik secara lahir mau batin, mengganti amalan yang sia-sia menjadi amalan yang lebih bernilai di sisi Allah SWT.
Mungkin dari sebagian kita masih mengingat jelas kenangan ramadhan yang telah kita lalui. Atmosfir ketakwaan dan ukhuawah untuk membesarkan ramadhan sangat kental terasa. Masjid yang biasa sepi mendadak banyak dikunjungi hingga penuh sesak untuk melakukan ibadah, bahkan sholat yang dianggap berat berjamaah seperti subuh juga penuh sesak. Ibadah ukhuah seperti sedekah, berbagi takjil juga hampir menjadi keseharian, sholat malam juga seakan menjadi ibadah rutin yang tiada beban menjalankannya. itulah kesakralan ramadhan yang sangat bernuansa untuk selalu dekat sang pencipta.
Selesainya ramadhan dan disebutlah hari kemenangan, seakan selesailah pula nuansa kedekatan dengan Allah SWT , dan kembalilah kehidupan menjadi sediakala, beruntung mereka yang masih ada sisa spirit ramadhan dalam dirinya. Sejatinya perlu kiranya kita renungkan apa makna kemenangan yang kita dapatkan, kemenangan siapa, dari siapa??, karena setelah kemenangan seakan kita kembali dalam memberi jalan untuk kekalahan kita, kualitas yang kita miliki seakan menyusut seiring berlalunya slebrasi kemenangan?.
Bulan ramadhan yang senantiasa kita nanti, bukanlah hanya sekedar riuhnya nuansa ramadhan, namun lebih memahaminya, bahwa ramadhan adalah bulan latihan, sebuah waktu di dalam traning center. Di dalam ramadhan kita di latih ‘berpuasa’ belum puasa sesungguhnya, di latih bersabar, dilatih untuk takwa, menjadi hamba yang lebih peka terhadap segala perintah maupun laranganNya. Karena kemenangan kita, hanya kemenangan dari training center, ketika kita tidak mampu menemukan takbir setelahnya. Jelas Allah pun berfirman di dalam Al-quran bahwa dengan berpuasa ramadhan adalah kasih sayang Tuhan untuk mengingatkan ketakwaan manusia terhadap Tuhannya.
Hai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Al-Baqarah: 183)
Kita patut waspada dalam sisi yang lain kemenangan, karena banyak orang-orang sholeh menangis karena ditinggalkan ramadhan, karena barangkali berlalulunya ramadhan lepaslah juga hawa nafsu yang selama ini kita kekang demi ketakwaan untuk Tuhan. Mereka yang mengenang ramadhan tidak akan membiarkan dirinya kembali menjadi orang celaka, sebagaimana hadist Rosululloh SAW:
Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia celaka.”
walaupun, hadist tersebut dianggap lemah secara sanad oleh beberapa ulama hadist, namun bila dipahami nilai yang terkandung, merupakan spirit perubahan untuk menjadi pribadi yang berhati-hati dan selalu memotivasi diri menjadi pribadi beruntung karena selalu berubah ke arah yang lebih baik.
itulah kiranya pesan kemenangan, yang kita rayakan dengan gegap gempita. Kiranya tidak hanya menjadi kemenangan semu, namun kemenangan yang langgeng, kemenangan yang menjadikan derajat ketakwaan kita tidak berkurang, tetapi semakin bertambah. sampai akhirnya segala apa yang diajarkan ramadhan tertajalli di dalam sanubari kita, menjadi karakter dan keseharian yang kita milikia dan kita jalani. wallu a’lam.