Kejahatan dan Nafsu Kebinatangan

Kejahatan dan Nafsu Kebinatangan

Kejahatan dan Nafsu Kebinatangan
Rabu, 23 November 2016
Apabila kita amati, kejahatan terjadi adalah karena diri manusia sudah diliputi dengan nafsu kebinatangan. Sementara nafsu kebinatangan tidak mengenal mana yang salah dan mana yang benar. Semua yang dilakukan, dianggapnya sebagai suatu hal yang benar dan wajar. Pendek kata, semakin besar nafsu kebinatangan dalam diri manusia, maka semakin besar pula hasrat untuk melakukan ketidakbenaran.

Pada dasarnya, nurani manusia menolak dengan tegas ketika dirinya melakukan kejahatan. Sebab, karakter nurani manusia tidak akan bisa untuk melakukan kejahatan. Ia diciptakan oleh Tuhan untuk menebar benih-benih kebaikan, membela sesama, berperilaku sosial dan melawan kemungkaran.

Orang yang tidak bisa mengambil jarak dengan hal-hal yang berbau kejahatan, perlahan ia akan masuk kedalam kubang kejahatan tersebut. Sebab kejahatan adalah bola salju yang terus menggelinding dan akan semakin membesar. Kenyatannya, orang lebih mudah untuk melakukan hal-hal yang berbau kejahatan dari pada hal-hal yang mengarah pada kebaikan, meskipun itu dalam skala kecil.

Apa yang terjadi pada Yuyun secara tidak langsung telah menampar muka para remaja bangsa Indonesia. Hal itu juga menandakan bahwa kejahatan sudah membabi-buta dan  tidak mengenal usia. Siapa saja bisa melakukannya, tetapi tidak semua orang bisa mengendalikannya.  Yuyun diperkosa 14 orang remaja yang rata-rata berusia 16 dan 19 tahun. Remaja labil yang seharusnya berada di bangku sekolah dan menempa ilmu pengetahuan tetapi malah melakukan aksi kejahatan.

Dari peristiwa tersebut, pertanyaan yang sangat menggelitik adalah kenapa orang lebih mudah untuk melakukan kejahatan dari pada kebaikan? Semakin banyak aksi kejahatan yang terjadi dan ditangani oleh pihak yang berwajib, tetapi tidak mebuat para pelaku kejahatan semakin berkurang, tetapi malah semakin bertambah. Kejahatan tidak saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak dan remaja.

Kita juga tahu bahwa setiap tahun aparat kepolisian menambah personil untuk menjamin keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bersamaan dengan itu, aksi kejahatan juga semakin mewabah dan semakin tak terkendalikan. Buktinya, setiap hari, baik di televisi maupun di media sosial selalu saja ada berita kejahatan yang terjadi dimana-mana.

Mungkin ini yang dikatakan Hannah Arendt sebagai banalitas kejahatan (the banality of evil), yaitu suatu kondisi di mana kejahatan terjadi pada skala massif, dipraktekkan sebagai sesuatu yang otomatis, spontan, dan hampir sama sekali tidak melibatkan rasa bersalah. Kejahatan bukan hanya sekedar masalah moralitas, tetapi juga masalah absennya kemampuan berpikir rasional, kritis, dan berlandaskan hati-nurani sebelum bertindak atas nama orang banyak.

Masih Adakah Kebenaran?


Sering kali kita melihat realitas kejahatan yang diekspos secara vulgar diberbagai media sosial hingga menimbulkan reaksi masyarakat. Disamping itu, kita juga melihat, kejahatan yang sempurna (perfect crime) benar-benar ada. Pertanyaannya, ketika kejahatan semakin membabi buta, masih adalah kebenaran?

Satu hal dalam diri manusia yang tidak bisa bertindak jahat adalah hati nurani. Setiap manusia mempunyai hati nurani. Setiap manusia juga mampunyai nafsu. Kekuatan antara hati nurani dan nafsu ini adalah sama-sama besar. Kita sebagai manusia harus pintar-pintar mengendalikannya. Yang jelas, dorongan nafsu lebih kuat dari pada dorongan hati nurani. Pengelolaan dianara keduannya inilah yang perlu kita pelajari.

Orang yang dirinya dikuasai oleh nafsu, meskipun ia telah melakukan kejahatan tetapi dianggapnya sebagai hal biasa. Nafsu telah membutakan segalanya sehingga apapun yang dilakukan cenderung mengarah pada kejelekan. Dalam pandangan Jalaluddin Rumi, orang yang dirinya dikuasai oleh nafsu tidak akan pernah merasakan bagaimana nikmatnya meminum anggur dengan rasa cinta. Ia hanya akan merasakan kehampaan dan kebingungan-kebingungan.

Lain halnya dengan orang yang laku hidupnya bisa mengoptimalkan hati nuraninya, ia akan lebih mudah untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia juga lebih mudah untuk melakukan hal-hal yang benar.  Rumi melanjutkan, orang yang hatinya dipenuhi dengan nurani, ia akan merasakan nikmatnya meminum anggur dengan rasa cinta dan ditemani dengan Empunya cinta.

Peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun dan kasus kejahatan lainnya secara langsung menunjukkan pada kita bahwa kejahatan terjadi karena diri manusia diliputi dengan nafsu kebinatangan. Akhirnya, hal-hal yang berbau kejahatan harus dihanguskan agar kejadian seperti yang dialami Yuyun tidak terulang kembali. Masyarakat harus bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk menumpas berbagai tindak kejahatan. Dengan demikian, harapan masyarakat untuk merasa aman, nyaman dan damai akan terwujud. [Ntz]
Kejahatan dan Nafsu Kebinatangan
4/ 5
Oleh
Load comments